Thursday 6 July 2017

Sepenggal Kisah di Bumi Pancasila

View di Gedung Imaculata, Ende


Perjalanan saya kali ini cukup jauh, saya mencoba menjajaki pulau flores, NTT, yang bagi sebagian orang, termasuk saya,adalah suatu daerah yang mungkin tidak akan pernah dijajaki. Biaya transportasi yang cukup mahal serta jarak yang jauh, membuat sebagian orang enggan mengunjungi wilayah tersebut. Ketertarikan saya pada pulau Flores berawal dari perasaan takjub melihat foto danau tiga warna di gunung kelimutu. It’s magical! Tiga buah danau dengan tiga warna yang berbeda dan berubah pada saat yang berbeda pula. Saya kemudian melakukan persiapan 6 bulan sebelumnya, mulai dari transportasi yang akan dinaiki, biaya perjalanan, tempat tinggal, destinasi apa saja yang akan didatangi, serta rute perjalanan. Saya dan tante sudah berencana untuk berangkat beberapa hari setelah lebaran, akan tetapi kapal penumpang yang akan berangkat menuju pulau Flores memiliki jadwal keberangkatan pada tgl 26 Juni, sehari setelah lebaran. Kapal penumpang baru akan memiliki jadwal lagi seminggu setelah lebaran sehingga kami memutuskan untuk memulai perjalanan kami pada tanggal 26 Juni.

Awalnya, rute perjalanan yang akan saya ambil adalah: Bima – Ende – Bima, dengan menggunakan kapal penumpang dan lama stay di Ende selama 1 minggu (biasanya, kapal penumpang memiliki jadwal pergi – pulang dengan interval 1 minggu). Perlu diketahui bahwa kapal penumpang adalah kapal dengan muatan penumpang cukup banyak sekitar 2000-3000 penumpang dan merupakan salah satu transportasi favorit di kepulauan NTB, NTT, hingga di Sulawesi. Bagi sebagian orang yang tidak memiliki budget banyak untuk pulang ke kampung halaman atau pergi ke pulau Jawa untuk menimba ilmu, transportasi ini adalah pilihan yang tepat. Biaya yang cukup murah serta mendapatkan konsumsi selama perjalanan membuat sebagian penduduk di pulau-pulau Timur ini memilih menggunakan kapal penumpang. Akan tetapi, bagi anda yang tidak memiliki waktu banyak, transportasi ini tidak bisa menjadi teman perjalanan anda karena waktu tempuh yang cukup lama. Lama perjalanan dari Surabaya menuju Bima adalah 48 jam, Bima-Ende 24 jam, yap! Selama satu hari penuh anda berada di atas kapal. Tetapi itu semua adalah pilihan, jika anda memiliki waktu yang sedikit dan budget besar, pesawat bisa menjadi pilihan anda, tetapi jika anda memiliki waktu yang panjang dengan budget kecil, kapal penumpang bisa anda pilih.

Saya kemudian mereschedule jadwal perjalanan saya seperti berikut:
Ø  Bima – Ende menggunakan kapal penumpang Awu dengan biaya Rp 162.000, lama perjalanan 24 jam, keberangkatan jam 15.00 (tiket bisa dibeli di agent PT. Pelni di kota atau langsung beli di loket pelabuhan, jangan kahwatir, tiket kapal biasanya selalu available, tidak pernah sold out. Kapal tidak berangkat setiap hari, sesuai jadwal)
Ø  Stay di Ende selama 4 hari 3 malam
Ø  Ende – Labuan bajo menggunakan pesawat wingsair dengan harga tiket rata-rata 300rb, lama perjalanan 45 menit, keberangkatan jam 07.25
Ø  Stay di Labuan bajo selama 2 hari 2 malam
Ø  Labuan bajo – Sape menggunakan kapal ferry dengan biaya Rp 60.000, lama perjalanan 6 jam, keberangkatan jam 10.00 (kapal ferry ini lebih kecil dari kapal penumpang, dan mobil dapat masuk ke atas kapal. Tiket dapat dibeli langsung di loket pelabuhan)
Ø  Sape – Bima – Dompu menggunakan mobil (Banyak alternative yg bisa dipakai, bisa menggunakan bis kecil dari Sape – Bima seharga 30rb, lalu Bima – ke kota lain seperti Dompu, Sumbawa, Mataram menggunakan bis besar dengan harga yang bervariasi antara 100-200rb, atau menggunakan rentcar dengan harga sekitar 300rb ke Bima)

Karena saya tinggal di Kota Dompu, jadi starting point saya dari Dompu. Anda bebas mengambil alternative mana saja, yang pasti, pesawat ke Kota Ende hanya ada yang direct dari Bali, sehingga anda harus mengambil rute ke Bali terlebih dahulu lalu melanjutkan perjalanan ke Ende. Jika anda ingin mengunjungi Labuan bajo terlebih dahulu, anda juga harus mengambil rute dari Bali. Jika anda berada di wilayah NTB, anda dapat menggunakan pesawat ke Bima lalu melanjutkan dengan naik kapal ke Ende, atau jalur darat hingga Sape kemudian menyebrang menggunakan Ferry ke Labuan bajo. Jika anda tinggal di Pulau Jawa, anda dapat menggunakan kapal penumpang awu dari Surabaya-Ende seharga Rp 450.000 selama 3 hari 3 malam atau menggunakan pesawat dengan rute Ende atau Labuan bajo. Labuan Bajo – ende dapat ditempuh dengan pesawat seharga 300rb atau jalur darat menggunakan travel dengan harga yang sama dengan waktu tempuh 12 jam dan jalan yang mendaki serta berkelok-kelok. Bagi anda yang mudah mabuk, saya sarankan menggunakan pesawat, tetapi jika ingin menikmati alam pulau flores, anda bisa menggunakan travel.

Gerbang masuk Kota Ende

Perjalanan menggunakan kapal awu selama 24 jam tidak terasa lelah karena saya menyewa kamar ABK seharga 500rb. Tersedia 2 kasur single, 1 sofa panjang, AC, kamar mandi dalam dengan toilet duduk, TV, dispenser, air minum dan ruangan yang bersih. Kapal Awu juga menyediakan servis makan 3x sehari dengan menu yang seadanya (tips: bawa makanan sebanyak-banyaknya, termasuk lauk yang tidak gampang basi, karena cafeteria kapal hanya menjual popmie dan snack). Sebetulnya, kapal tersebut terasa kotor dan sesak jika anda tidak menyewa kamar, karena kebanyakan penumpang tidur di lantai dan di ranjang susun yang disediakan. Demi kenyamanan dan keamanan, saya lebih rela merogoh kocek daripada harus tidur di lorong jalan, toh harga tersebut kami bagi bertiga. Kapal sempat berhenti selama 4 jam di pelabuhan Waingapu, Sumba Barat sambil menunggu jadwal keberangkatan berikutnya. Kapal Awu sampai di pelabuhan ipi, Ende pada pukul 16.00 dan akan disuguhi salah satu pemandangan terbaik di dunia. Bukit-bukit hijau yang menjorok ke laut dan kilauan air laut berwarna biru yang terkena pancaran matahari sore, indah sekali!


Detail kamar ABK Kapal Penumpang AWU
Situasi di Dek Kapal Penumpang Awu

Selama di Ende, saya tinggal di rumah keluarga sehingga saya kurang tau persis harga penginapan di Ende (anda dapat mengecek langsung di traveloka / agoda). Menurut saya, Kota Ende adalah surga tersembunyi di Bumi Flores. Bagaimana tidak, masyarakat tinggal di lereng gunung yang berbatasan langsung dengan pantai sehingga walaupun tinggal di tepi laut, udaranya sangat dingin dan sejuk. Kontur jalan nya berbukit-bukit dengan tatanan kota yang sangat rapih dan bersih. Oh ya, saya sangat jarang menemukan sampah di sepanjang jalan selama di Ende, bahkan di jalan trans menuju kota lain. Kota ini benar-benar bersih! Bahkan, satu hal yang membuat saya takjub adalah semua toilet umum yang saya temui sangatlah bersih! Tidak ada bau yang tidak sedap, coretan di dinding, apalagi sampah. Saya tidak meyangka, toilet di sebuah desa adat di tengah bukit, jauh dari modernisasi, sangatlah bersih dan wangi. Coba anda bandingkan dengan toilet tempat wisata di kota anda, mungkin Ende juaranya. 
Tampak Depan Rumah Pengasingan Bung Karno

Ketika sampai di Ende pada sore hari, kami langsung menuju ke situs rumah pengasingan bung karno. Yap, Bung Karno pernah diasingkan selama 4 tahun di Ende. Ia membawa serta sang istri (ibu inggit). Rumah ini terletak di tengah kota, cukup dekat untuk dijangkau. Antara pelabuhan, bandara, dan pusat kota juga berjarak cukup dekat, hanya sekitar 5-10 menit saja. Rumah bung karno tersebut sudah direnovasi akan tetapi mempertahankan bentuk aslinya. Bangunannya mungil dan indah, dikelilingi taman serta bunga. Di dalam rumah hanya terdapat ruang tamu serta 2 kamar tidur. Di belakang rumah terdapat kamar mandi, ruang sholat, dapur dan sumur. Tidak dipungut biaya untuk memasuki rumah ini akan tetapi terdapat kotak sumbangan untuk memberikan sumbangan seikhlasnya untuk pemeliharaan rumah.
Tampak Belakang Rumah Pengasingan Bung Karno

Selepas dari rumah bung karno, kami langsung menuju taman renungan bung karno / taman renungan pancasila yang hanya berjarak 5 menit. Di taman inilah bung karno biasanya menghabiskan waktu untuk merenung sambil menatap laut ende. Di taman ini juga, bung karno merenungkan dasar Negara kita yaitu pancasila di bawah pohon sukun yang memiliki 5 cabang. Terdapat patung bung karno berukuran besar yang sedang duduk memangku tangan menghadap laut ende. Selain itu, terdapat juga pohon sukun yang menjadi tempat berteduh bung karno selama berada di taman ini. Di sisi lain taman terdapat rumah adat Ende akan tetapi kondisinya kurang terawat. 
Pohon Sukun Tempat Bung Karno Berteduh

Demi mengejar sunset, kami langsung menuju ke tempat yang lebih tinggi yaitu di gedung imaculata atau yang biasa disebut teater bung karno. Teater ini adalah open teater dengan view langsung menghadap laut. Teater ini biasa digunakan untuk pementasan seni budaya dan berada di atas bukit. Salah satu spot yang ciamik untuk menikmati sunset di ende, proved!
Sunset di Gedung Imaculata / Teater Bung Krno

Perjalanan kami berikutnya adalah menuju Kampung Adat Bena di Kab. Bajawa. Lama perjalanan dari kota ende adalah sekitar 3-4 jam dengan jalan pegunungan yang sangat berkelok. Selama perjalanan, anda akan disuguhi pemandangan khas pegunungan yang sangat mengangumkan (mirip dengan alam pegunungan bukittinggi). Selain itu, anda akan melewati sebuah gunung berapi aktif yaitu gunung inierie yang terlihat jelas selama perjalanan. Savana yang cukup luas dengan kontur bergelombang juga menjadi salah satu pemandangan ciamik selama perjalanan. 3-4 jam perjalanan tidak akan terasa dengan pemandangan spektakuler ini. Mendekati kampung adat bena, akan terlihat jajaran rumah-rumah penduduk di puncak gunung dengan berbagai tanaman sayur-sayuran di pekarangan rumah. Yap, wilayah Ende-Bajawa merupakan salah satu wilayah penghasil sayur dan buah karena terletak di perbukitan dengan tanah yang subur dan udara yang dingin. Kampung adat bena terletak d tengah lembah dan berada cukup jauh dengan kampung penduduk setempat.

View Puncak di Kampung Adat Bena

Jalan Setapak di Kampung Adat Bena

Biaya masuk ke kampung ini adalah 20rb per orang dan setiap orang akan diberi kain selendang khas sebagai tanda masuk pengunjung dan dikembalikan setelah selesai. Kampung adat ini terdiri dari belasan rumah adat flores yang tersusun rapi. Selain itu terdapat beberapa tugu batu sebagai tempat untuk melakukan upacara adat. Terdapat penduduk asli yang tinggal di kampung ini dan melakukan kegiatan seperti biasa saat turis datang sehingga kami bisa menikmati suasana khas di kampung ini. Oh ya, di kampung inilah saya menemukan toilet yang super bersih, hebat kan! Oh ya, jangan lupa untuk mampir sejenak di perbatasan sebelum kembali memasuki wilayah ende untuk menikmati sebongkol jagung rebus yang superr manis, dijamin, akan kembali mengisi tenaga setelah seharian mengelilingi kabupaten bajawa.


Tiwu Nuwa Muri Koo Fai & Tiwu Atapolo

Destinasi kami selanjutnya dan merupakan destinasi utama di ende tentu saja adalah danau tiga warna kelimutu. Danau ini menjadi kebanggaan warga ende karena keunikannya dan mungkin di dunia hanya terdapat di negeri kita tercinta ini. Yap, gunung kelimutu memiliki tiga danau di puncaknya dengan tiga warna yang berbeda dan berubah warna di waktu yang berbeda pula. Dari segi ilmiah, jelas ini merupakan reaksi kimia/ganggang/reaksi alam lain, sedangkan jika ditilik dari sudut pandang penduduk asli, ketiga danau ini merupakan tempat berkumpulnya roh-roh para muda-mudi, orang tua, dan jiwa-jiwa yang sering melakukan kejahatan. Nah, lokasi taman nasional gunung kelimutu ini berjarak sekitar 1,5-2 jam perjalanan dari kota ende dengan jalan menanjak dan berliku. Oh ya, perlu diingat bahwa untuk melihat keindahan danau kelimutu sangat bergantung pada keberuntungan, why? Karena tidak setiap hari cuaca di puncak kelimutu cerah. Jika cuaca sedang buruk seperti berkabut, jelas kelimutu tidak akan bisa terlihat karena semua area akan tertutup kabut tebal, fiuh. Sialnya, kami berangkat pada hari pertama dengan harapan mengejar sunrise, akan tetapi, yang kami peroleh adalah kabut yang sangat tebal dengan jarak pandang hanya 5 meter. Hujan yang tidak kunjung berhenti dari tengah malam hingga pagi hari membuat puncak kelimutu tertutup kabut. Kami sekeluarga tetap tegar untuk menunggu dari pukul 6-10 dengan harapan kabut akan turun dan danau akan terlihat jelas. Akan tetapi, hujan gerimis dan dingin yang sangat menusuk serta kabut yang tidak kunjung hilang membuat kami harus menyerah dan harus kembali keesokan hari. Banyak sekali wisatawan yang kecewa karena mereka hanya memiliki satu hari untuk mengunjungi kelimutu. Sebagai tips, jika di ende pada hari sebelumnya hujan lebat, maka dapat dipastikan keesokan harinya di kelimutu akan tertutup kabut.

Pada hari kedua kami kembali menuju kelimutu. Kami sengaja berangkat pukul 6 pagi karena cukup kecewa dengan hari kemarin dan berharap cuaca cukup cerah di puncak. Oh ya, untuk menuju kelimutu anda bisa menggunakan jasa rentcar dan tourguide asli warga ende.  Kalau kami cukup menggunakan mobil pick up sambil menikmati indahnya view pegunungan ende. Sampai di taman nasional gunung kelimutu, anda akan ditarik biaya masuk 5rb per orang dan 20rb per kendaraan. Jarak perjalanan dari tempat parkir menuju dua danau pertama adalah sekitar 10-15 menit perjalanan dengan kontur tanah agak mendaki. Dua danau pertama letaknya bersebalahan dan memiliki warna hijau muda dan biru kehijauan (toska), sungguh indah! Kedua danau tersebut dapat diamati dengan jarak yang cukup dekat yang diberi pagar pembatas. Harap diingat untuk selalu waspada dan tidak bercanda jika sedang berada di pinggir danau karena jika terpeleset sedikit maka bisa terjatuh ke dalam danau.
Spot di Tepi Tiwu Atapolo

Setelah puas berfoto, anda wajib untuk melanjutkan perjalanan ke puncak tugu untuk melihat view danau dari tempat tertinggi. Dari puncak tersebut, anda dapat melihat langsung kedua danau dari arah yang berbeda dan juga dapat melihat danau ketiga yang letaknya bersebelahan dari kedua danau. Jarak antara dua danau pertama dan danau ketiga sekitar 10 menit menaiki tangga hingga ke puncak. Pemandangan di puncak tersebut sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata! Warna air danau yang berbeda, langit yang biru, serta lekukan gunung kelimutu menambah kekhidmatan pemandangan di puncak ini. Untungnya, saat kami datang, langit sangat bersahabat dan pengunjung juga tidak terlalu ramai sehingga kami dapat berfoto sepuasnya. Oh ya, sekitar pukul 12 ke atas, puncak kelimutu biasanya sudah tertutupi kabut lagi sehingga lebih baik anda datang di pagi hari. 
Tiwu Ata Mbupu

Terdapat banyak penjual makanan di sekitar danau. Makanan yang dijual berupa popmie, minuman hangat, kacang rebus, dan strawberry. Oh ya, saya kembali salut kepada warga ende yang sangat menjaga kebersihan, toilet disini super bersih, dengan closet duduk, tissue gulung, wangi, dan hampir setiap jam dipel dan dibersihkan oleh petugas, hebat kan? Mana ada di wana wisata pegunungan lainnya punya toilet sekece ini.  Dalam perjalanan pulang, anda dapat singgah ke penjual sayur dan buah di desa nduria, sekitar 45 menit dari taman nasional. Nah, karena pasar pinggir jalan ini berada di jalur wisata, jadi jangan kaget jika beberapa harga sayur-buah nya lebih mahal. Tetapi, rata-rata harga sayur-buah disini terbilang murah dibandingkan di tempat tinggal saya. Satu baskom labu siam berukuran isi sekitar 5-6 buah dihargai 10rb, begitu juga dengan sawi putih, kubis, bunga kol, kentang, dan wortel. Disini juga terdapat buah jeruk dan markisa yang super manis. Intinya berbelanja di tempat ini adalah tega menawar! Dijamin anda akan mendapatkan harga yang sesuai dengan kualitas sayur-buah nomor 1. 
Penjual Sayur dan Buah di Desa Nduaria
Hidangan di Salah Satu Cafe di Kota

Oh ya, karena selama di ende saya tinggal di rumah saudara, jadi saya kurang tau persis berapa harga makanan di warung/rumah makan sekitar kota. Pastinya, makanan yang dijual sudah sangat bervariasi dan tidak berbeda jauh dengan harga makanan di kota besar lainnya. Disini juga terdapat cafe cantik buat anda yang hobi nongkrong. Anda juga dapat menghabiskan sore di tepi pantai ria dan menikmati jajanan ringan. Pesona kota ini memang tidak ada habisnya. Toleransi antar umat beragama juga sangat tinggi karena di kota ini, aspek kekeluargaan lah yang dijunjung sehari-hari. Kota nya tentram, damai, jarang terjadi tindak kejahatan serta perkelahian. Warga nya taat pada peraturan dan selalu menjaga kebersihan di sekelilingnya. Mungkin, warga kota ende sangat mendalami nilai-nilai pancasila karena kebanggaan mereka sebagai tanah lahirnya dasar negara kita tersebut. Fiuh, panjang juga ya cerita dari ende nya, next chapter, Komodo!
Entrance Taman Nasional Gunung Kelimutu

Transportasi ke Ende:
-          Jalur udara: pesawat menuju ende dan biasanya transit di denpasar
-          Jalur laut: kapal penumpang menuju ende, bisa berangkat dari surabaya (3 hari 3 malam) atau dari Bima (1 hari 1 malam)
-          Jalur darat + Laut: menggunakan bis dari kota-kota di NTB seperti dari mataram, Sumbawa, Dompu menuju Sape, lalu menyebrang dengan kapal fery menuju labuan bajo, kemudian dilanjutkan perjalanan darat selama 12 jam ke ende.

Where to go in Ende:
-          Wisata memoral bung karno: rumah pengasingan bung karno, taman renungan pancasila, gedung imaculata (teater bung karno)
-          Rumah adat bena di bajawa (3,5 jam perjalanan dari kota ende)
-          Taman Nasional Gunung Kelimutu
-          Pantai Ria

No comments:

Post a Comment